Kebijakan kontroversial mengenai pengiriman siswa yang bermasalah ke barak militer untuk mendapatkan pembinaan disiplin menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Salah satu tokoh publik yang turut memberikan tanggapannya adalah Farhan, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat. Respon Farhan ini muncul setelah adanya kunjungan dari Komandan Distrik Militer (Dandim) 0609/Cimahi ke beberapa sekolah di wilayahnya pada awal Mei 2025, dalam rangka sosialisasi program pembinaan karakter siswa di lingkungan barak militer.
Farhan, yang ditemui di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat pada hari Senin, 5 Mei 2025, memberikan pandangannya terkait wacana pengiriman siswa nakal ke barak militer. Beliau menyatakan bahwa pada prinsipnya, upaya untuk meningkatkan kedisiplinan dan karakter siswa patut diapresiasi. Namun, implementasi program ini perlu dikaji secara mendalam dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, psikolog anak, dan orang tua siswa.
“Tujuan dari pembinaan di barak militer tentu baik, yaitu untuk menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, tanggung jawab, dan nasionalisme. Akan tetapi, kita juga perlu mempertimbangkan aspek psikologis dan perkembangan anak. Jangan sampai metode pembinaan yang diterapkan justru kontraproduktif,” ujar Farhan. Beliau menambahkan bahwa perlu ada kriteria yang jelas mengenai siswa seperti apa yang layak untuk mengikuti program pembinaan di barak militer, serta durasi dan metode pembinaannya.
Lebih lanjut, Farhan menekankan pentingnya komunikasi dan sosialisasi yang efektif kepada orang tua siswa dan masyarakat mengenai tujuan dan mekanisme program ini. Kekhawatiran dan pertanyaan dari berbagai pihak perlu dijawab dengan transparan dan akuntabel. Beliau juga menyarankan agar program pembinaan di barak militer tidak menjadi satu-satunya solusi untuk mengatasi masalah kenakalan siswa, tetapi harus menjadi bagian dari upaya komprehensif yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Menanggapi pertanyaan mengenai potensi trauma atau dampak negatif yang mungkin timbul akibat pembinaan di lingkungan militer, Farhan menyatakan bahwa hal tersebut perlu menjadi perhatian utama. Metode pembinaan yang diterapkan harus bersifat mendidik dan membangun karakter positif, bukan justru menimbulkan ketakutan atau tekanan psikologis yang berlebihan. Beliau berharap agar ada evaluasi yang ketat terhadap program ini jika memang diimplementasikan, untuk memastikan efektivitasnya dan meminimalisir potensi dampak negatif. Farhan juga berencana untuk berkoordinasi dengan Komisi V DPRD Jabar yang membidangi pendidikan untuk membahas lebih lanjut mengenai kebijakan ini.